Powered By Blogger

Rabu, 13 Juni 2012

'' RAINBOW CAKE '' bagaimana sii cara membuat nya ??

Rainbow cake merupakan makanan yang cocok disajikan untuk keluarga ketika bersantai dirumah sambil menonton tv. Cake yang saat ini menjadi salah satu makanan favorit di kalangan anak remaja serta makanan yang terdiri dari sponge cake 6 warna seperti pelangi. Rainbow cake yang gurih enak dan lezat ini pasti mampu menggoyang ledah para penikmatnya.

Bahan Bahan Membuat Rainbow Cake
  1. 12 butir telur ayam
  2. 6 butir kuning telur
  3. 375 g gula pasir 
  4. 40 g Cake Emulsifier 
  5. 225 g tepung terigu, ayak 
  6. 175 g mentega, lelehkan6 jenis pewarna makanan
Rainbow Cake
Jangan lupa agar resep rainbow cake ini menjadi salah satu makanan favorit keluarga anda tambahkanlah Topping: 500 g Butter cream*) 1/2 sdt Citroen Essence  ½ sdt Vanilla Essence dengan resep ini rainbow cake yang anda bikin pasti akan nikmat gurih sekali untuk dihidangkan dan dimakan bersama keluarga tercinta.

Resep Cara Membuat Rainbow Cake

  1. Kocok telur, kuning telur, gula dan emulsifier sampai putih dan kaku
  2. Masukkan tepung yang sudah diayak > Masukkan mentega leleh, aduk perlahan 
  3. Bagi adonan  menjadi 6 bagian. Beri warna/pasta dengan warna: merah, orange, kuning, hijau, biru dan ungu
  4. Masukkan masing2 ke dalam loyang yang berdiameter 20 cm > Panggang dalam oven dengan panas 200 C selama 16 menit > Keluarkan dari dalam loyang dan biarkan dingin
  5. Olesi kue dengan simple syrup dan olesi dengan butter cream
  6. Susun semua sponge cake dengan urutan dari atas: merah, jingga, kuning, hijau, biru dan ungu > Oles seluruh permukaan cake dengan butter cream > Hiasi dengan cokelat atau springkle warna warni > Kue siap dihidangkan
 Semoga resep rainbow cake ini bermanfaat dan bisa dipraktekan khususnya oleh para ibu-ibu yang suka membuat kue dirumah. Selain untuk makanan kecil dirumah, rainbow cake juga bisa untuk menjadi bekal sekolah anak-anak atau bekal suami bekerja dikantor. Selamat menikmati makanan favorit ditahun ini.

Rabu, 16 Mei 2012



MAKALAH KIMIA KLINIK
IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 



Disusun oleh :
1.    Alam Jangka Wati          (XIB/03)
2.    Malva Sandra Calista     (XIB/25)

SMK ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor-faktor yang memperlemah kondisi seoran g ibu hamil perlu diprioritaskan, seperti gizi yang rendah, anemia, dekatnya jarak antara kehamilan, dan buruknya hygine. Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal, yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurangbaiknya penanganan bayi yang baru lahir sehat akan mengalami kelainan yang dapat mengakibatkan kecacatan seumur hidup, bahkan kematian. Salah satu gangguan pada bayi baru lahir adalah seperi contohnya ikterus
Ikterus pada bayi baru lahir merupakan masalah yang sering dihadapi oleh tenaga kesehatan. Kurang lebih 50% bayi cukup bulan akan mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Peningkatan kadar bilirubin pada bayi baru lahir merupakan fase transisi yang normal, tetapi peningkatan kadamya dalam darah yang berlebih dapat menyebabkan kern ikterus, yang memerlukan penanganan khusus. Penentuan kadar bilirubin pada bayi baru lahir dapat dilakukan secara invasif yaitu dengan pemeriksaan laboratorium, atau secara non invasif. Pemeriksaan non invasif merupakan pemeriksaan yang mudah dan tidak menyakitkan. Ada 4 cara non invasif untuk memperkirakan kadar bilirubin yaitu dengan menggunakan ikterometer, bilirubinometer transkutaneus, pemeriksaan gas karbon monoksida dan secara visual. Penilaian ikterus secara visual merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menilai ikterus pada bayi baru lahir dan sampai kini masih digunakan secara luas.
  1. Tujuan
§  Mengetahui dan memahami pengertian ikterus
§  Mengetahui dan memahami penyebab ikterus
§  Mengetahui dan memahami derajat ikterus
§  Mengetahui dan memahami penatalaksanaan ikterus pada bayi



BAB II
TINJAUAN TEORI IKTERUS
  1. PENGERTIAN
§   Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam serum (> 2 mg/dL ).
( Perinatologi )
§   Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubun dalam tubuh. ( Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2 )
§   Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah.

·      IKTERUS FISIOLOGIS
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dl. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dl pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dl selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.
·      IKTERUS PATOLOGIS
Ë Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
Ë Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
Ë Peningkatan kadar bilirubin total serum 0,5 mg/dL/jam.
Ë Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi
(muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil )
Ë Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
  1. ETIOLOGI
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan atau dehidrasi.
a.      Ikterus Prahepatik
Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
S  Kelainan sel darah merah
S  Infeksi seperti malaria, sepsis.
S  Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat - obatan, maupun yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reksi transfuse dan eritroblastosis fetalis.
b.       Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
c.       Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.
C.    KLASIFIKASI
  Derajat I       : Daerah kepala & leher, perkiraan kadar bilirubin (5,0 mg%).
  Derajat II     : Sampai badan atas, perkiraan kadar bilirubin (9,0 mg%).
  Derajat III    : Sampai badan bawah hingga tungkai, bilirubin (11,4 mg%).
  Derajat IV    : Sampai daerah lengan, kaki bawah lutut (12,4 mg%).
  Derajat V     : Sampai daerah telapak tangan dan kaki (16,0 mg% ).
D.     MANAJEMEN
1. Strategi Pencegahan
a. Pencegahan Primer
« Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk beberapa hari pertama.
« Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
b. Pencegahan Sekunder
v Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
v Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda – tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.
2. Fototerapi
Terapi sinar dilakukan berdasarkan kadar bilirubin, usia gestasi (kehamilan) saat bayi lahir, usia bayi saat jaundice dinilai, dan faktor risiko lain yang dimiliki bayi.
·         Beberapa faktor risiko yang penting adalah :
ü  Penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan tubuh sendiri)
ü  Kekurangan enzim G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk berfungsi normal
ü  Kekurangan oksigen
ü  Kondisi lemah/tidak responsif
ü  Tidak stabilnya suhu tubuh
ü  Sepsis (keadaan infeksi berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh tubuh)
ü  Gangguan keasaman darah
ü  Kadar albumin (salah satu protein tubuh)
·      Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:
1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi.
2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
4.  Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
5.  Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6.  Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
8. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan (pemberian ASI atau susu formula setiap 2-3 jam)
·      Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:
1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin berikan ASI.
2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang meningkat).
3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak.
4.   Kenaikan suhu tubuh.
5.  Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat sementara.



BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
1. Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL ). ( Perinatologi )
2. Ikterus Fisiologis umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL.
3. Ikterus Patologis
ë Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
ë Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
ë Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam.
ë Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi
 (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil )
ë Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
4.Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa factor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan atau dehidrasi
5.Penatalaksanaannya yaitu dengan strategi pencegahan, penggunaan farmakoterapi, dan fototerapi serta transfuse tukar.
BAB IV
KRITIK DAN SARAN
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         

 
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukadi, Abdurrachman, dkk. 2000. “ Perinatologi “ .Bandung : FKUP/ RSHS
2. McCormick, Melisa. 2003. “ Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat, Bidan Di Rumah Sakit Rujukan Dasar “. Indonesia : MNH – JHPIEGO
3. Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. “ Buku Ajar Neonatologi Edisi I “. Jakarta : Perpustakaan Nasional
4. Hasan, Rusepno. 1997. “Ilmu Kesehatan Anak 2 “. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
5. Sudoyo,Aru.W, dkk, eds., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dep. Ilmu Penyakit Dalam : Jakarta, 2006, vol. I, hlm. 422-425
6. Sakit Kuning (Jaundice), http://info-sehat.com/content.php?s_sid=1064, acces : 05 November 2007
7.  http://www.yanmedik-depkes.net







Pages - Menu